Sejumlah Prasasti yang Ditemukan di Sumatera
Prasasti
Kedukan Bukit
Prasasti ini ditemukan di kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir
tepi Sungai Tatang, Palembang Sumatra Selatan, dan ditemukan oleh M. Batenburg
pada tanggal 29 November 1920. Prasasti ini berukuran 45x80 cm, ditulis dalam
aksara pallawa, menggunakan bahasa Melayu kuno, dan berangka tahun 605 saka
(683 M).
Isi teks prasasti ini antara lain:
1.
Swasti
sri cakrawarsatita 605 ekadaci su
2.
Klapaksa
wulan waisakha dapunta hyang najik di
3.
Samwau
mangalap siddhayatra di saptami suklapaksa
4.
Wulan
jyetha dapunta hyangmarlepas dari minanga
5.
Tamwan
mamawa yang wala dua laksa ko
6.
Dua
ratus cara dismawau dangan jalan sariwu
7.
Tlu
ratus sapulu dua wanyaknya dating di matada(nau)
8.
Sukhacitta
di pancami suklapaksa wula(n) (asada)
9.
Laghu
mudita datang marwuat wanua
10. Sriwijaya jaya siddhayatra subhiksa…
Terjemahannya:
1.
Bahagia! Pada
tahun Saka 605 hari kesebelas
2.
Dari bulan
terang bulan Waisaka Dapunta Hyang naik di
3.
Perahu melaukan
siddhayatra. Pada hari ketujuh dari bulan terang
4.
Bulan Jyestha
Dapunta Hyang berangkat dari Minanga
5.
Tamwan membawa
tentara dua laksa orang
6.
Dua ratus orang
di perahu yang berjalan seribu
7.
312 banyaknya
datang di matada (nau)
8.
Dengan senang
hati pada hari kelima dari bulan terang bulan (Asada)
9.
Dengan lega
gembira datang membuat wanua…
10. Sriwajaya melakukan perjalanan jaya dengan lengkap…
Prof. G.
Coedes menganggap bahwa kata siddhayatra merupakan sinonim dari siddhiyatra
yang berarti perjalanan untuk mencari kekuatan ghaib. Menurutnya, siddhiyatra
atau siddhiyatra berarti perjalanan atau
ziarah untuk memperoleh kekuatan ghaib. Baginda naik perahu untuk memperoleh
kekuatan ghaib di Minanga Tamwan. Dapunta
Hyang berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya
prasasti ini (Sungai Musi, Sumatera Selatan). Karena kesamaan bunyinya, ada
yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan Minangkabau,
yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari.
Ada juga berpendapat Minanga tidak sama dengan Malayu,
kedua kawasan itu ditaklukkan oleh Dapunta Hyang, tempat penaklukan Malayu
terjadi sebelum menaklukan Minanga dengan menganggap isi prasasti ini
menceritakan penaklukan Minanga. Sementara itu Soekmono
berpendapat bahwa Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (karena tamwan
berarti 'temuan'), yakni Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri di Riau, yakni wilayah
sekitar Candi Muara Takus. Kemudian ada yang
berpendapat Minanga berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat
pada sehiliran Sungai
Barumun (Provinsi Sumatera Utara sekarang). Pendapat lain
menduga bahwa armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari luar Sumatera,
yakni dari Semenanjung Malaya.
Kiagus
Imran Mahmud dalam bukunya Sejarah Palembang menyatakan bahwa Minanga tidak
mungkin Minangkabau, karena istilah tersebut baru muncul setelah masa
Sriwijaya. Ia berpendapat bahwa Minanga yang dimaksud adalah Minanga di daerah
Komering, Sumatera Selatan. Tamwan berarti pertemuan dua sungai (di Minanga),
yaitu Sungai Komering dan Lebong. Tulisan Matayap tidak terlalu jelas sehingga
mungkin yang dimaksud adalah Lengkayap, sebuah daerah juga di Sumatera Selatan.
Prasasti kedukan bukit adalah prasasti siddhayatra, bahkan prasasti
jayasiddhayatra, yakni prasasti yang mencatat perjalanan jaya. Prasasti itu
ditutup dengan kalimat: Sriwijaya jayasidhhayatra subhiksa… Perjalanan Dapunta
Hyang diiringi oleh 20.000 tentara bukanlah perjalanan biasa. Perjalanan jaya
itu dimulai dari Minanga Tamwan (Minangkabau) menyusul suatu kemenangan. Jadi,
sebelum Dapunta Hyang melakukan perjalanan jaya, tentara yang mengiringkannya
memperoleh kemenangan dahulu dalam peperangan. Arak-arakan tentara yang
dikepalai oleh Dapunta Hyang menuju tempat dimana beliau akan mendirikan wanua(desa).
Pembuatan wanua tersebut dimulai pada bulan Asada. Tentara dua laksa tersebut
berkumpul di Minanga Tamwan, dan dari situ mereka mulai bergerak ke Matadanau
(telaga batu) di Palembang, mengadakan arak-arakan raja akibat kemenangan yang
diperoleh tentara Sriwijaya dalam penundukan kerajaan Melayu pada tahun 683 M.
Prasasti ini berangka tahun
606 saka (684 M). Isinya menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang
disebut Sriksetra. Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
Setahun
setelah penundukan kerajaan Melayu, raja Sriwijaya memberikan hadiah kepada
rakyat berupa beberapa taman diberbagai tempat yang tidak disebut namanya. Inilah
niat baginda: Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa,
pinang,
aren, sagu, dan bermacam-macam
pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan
sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan
dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk
kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah tempat dan yang tidak, dan bagi
mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan kebahagiaan. Jika mereka lapar
waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta
air minum. Semoga semua kebun yang mereka buka menjadi berlebih (panennya).
Semoga suburlah ternak bermacam jenis yang mereka pelihara, dan juga
budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak
tersiksa karena tidak bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua
planet dan bintang menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari
penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua
hamba mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka
tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka menjadi istri yang setia.
Lebih-lebih lagi, di mana pun mereka berada, semoga di tempat itu tidak ada
pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah.
Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat baik;
semoga dalam diri mereka lahir pikiran Boddhi dan persahabatan (...) dari Tiga
Ratna, dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga
senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga
dalam diri mereka terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian
berbagai jenis; semoga semangat mereka terpusatkan, mereka memiliki
pengetahuan, ingatan, kecerdasan. Lagi pula semoga mereka teguh pendapatnya,
bertubuh intan seperti para mahāsattwa berkekuatan tiada bertara, berjaya, dan
juga ingat akan kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap,
berbentuk penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan,
suara Brahmā. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya
berkat mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai
kekuasaan atas kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda,
dan semoga akhirnya mereka mendapatkan Penerangan sempurna lagi agung.
Juga
berisi tentang doa untuk kebahagiaan raja Sriwijaya atas kemurahan hatinya.
Didoakan agar beliau memperoleh segala hal yang baik sesuai dengan ajaran agama
Budha.
Isi teks prasasti ini adalah:
1.
Swasti
cri cakawarsatita 606 dim dwitiya cuklapaksa wulan caitra sana tatkalanya
parlak criksetra ini niparwuat.
2.
Parwa
n dapunta hyang cri jayanaga (ca) ini pranindhanam dapunta hyang sawanyaknya m
mitanam di sini nyiur pinang hanau, ru-
3.
Mwiya
dngan samicranya yang kayu nimakan wuahnya tathapi haur wuluh patting
ityewamadi punarapi yang parlak wukan
4.
Dngan
tawad talaga sawanyaknya yang wuatku sucarita parawis prayojanakan punyanya
sarwwasatwa sacaracara ware payanya tmu
5.
Sukha
di asanakala di antara margga lai tmu muah ya ahara dngan air niminumnnya
sawaknyanya wuatnya huma parlak mancak mu-
6.
Ah
ya manghidupi pacu prakara marhulun tuwi wreddhi muah ya jangan ya niknai
sawanyaknya yang upasargga pidana swapnawighma, warang wua-
7.
Tnya
kathamapi anakula yang graha naksatra parawis diya nirwyadhi ajara kawuatananya
tathapi sawanyaknya yang bhretyanya
8.
Saytarjjawa
dredhabbhakti muah ya diya yang mitranya
tuwi jangan ya kapata ya wininya mulang anukula bharayy muah ya warang stha-
9.
Nanya
lagi curi uca wadhanya paradara di sana punarapi tmu ya kalyanamitra marwwangun
wodhicitta dngan maitri-
10. –dhari di dang hyang ratnatrayajangan marsarak dngan hyang
tatnatraya tathapi nityakala tyaga marcila ksanti marwwangun wiryya rajin
11. Tahu di samicranya cilpakala parawis samadhitacinta tmu ya prajnya
smreti medhawi punarapi dhairyyamani mahasattwa
12. Wajracacira anupamacakti jaya tathapi jatismara awikalendriya
mancak rupa subhaga hasin halap ade-
13. Yawakya wrahmaswara jadi laki swayambhu puna(ra)pi tmu ya
cintamaninidhana tmu janmawacita karmmawacita klecawacita
14. Awacana tmu ya anuttarabhisamyaksamvodhi.
Terjemahannya:
Bahagia! Tahun
saka 106 pada hari kedua bulan terang bulan Caitra, itulah waktunya taman
Sriketsra ini dibuat, milik Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
Inilah pesan
Dapunta Hyang: “semuanya yang ditanam disini nyiur, pinang, enau, rumbia, dan
lain-lainnya. Pohon-pohon itu dimakan buahnya, tetapi aur, buluh, betung dan
yang semacam itu. Demikian pula taman-taman lainnya dengan tebat dan telaganya,
yang kubuat. Semua itu dimasudkan demi kebahagiaan segenap makhluk, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak”.
Hendaknya daya
upaya yang mulia itu mendapat kesukaan dikemudian hari dengan jalan lain.
Semoga beliau mendapat makanan dan air untuk diminumnya. Segala sesuatu yang
dibuatnya lading kebun luas supaya mengidupi segala makhluk. Semoga semua hamba
beliau hidup sejahtera! Jauhkanlah beliau dari segala bencana, dari pidana dan
penyakit tidak dapat tidur. Semoga segala usahanya berhasil baik,
biintang-bintangnya lengkap, terhindar dari penyakit dan dianugerahi awet muda!
Semoga semua abdi setia bakti kepada beliau. Jangan hendaknya para shabat berkhianat
terhadap beliau; para bini hendaknya tetap setia sebagai istri kepada beliau.
Dimanapun beliau berada, janganlah dilakukan curi, curang, bunuh, dan zina di
situ.
Mudah-mudahan
beliau bertemu dengan kalyanamitra, membangun bodhicitta dengan maitri, menyembah
kepada Ratnatraya, bahkan senantiasa tenang bersila membangun keteguhan hati,
keuletan, dan pengetahuan tentang perbedaan segala silpakala dan pemusatan
pemikiran.
Semoga beliau
memperoleh pengetahuan, ingatan, dan kecerdasan, dan lagi ketetapan mahastwa,
badan manikam wajracacira, yang sakti tanpa umpama. Mendapat kemenangan dan
ingatan kepada kelahiran yang lampau, indera lengkap, rupa penuh, kebahagiaan,
kegembiraan, ketenangan, kata manis, suara Brahma. Jadi lelaki karena
kekuatannya sendiri. Mudah-mudahan beliau memperoleh cinta manindhara,
janmawacita, karmmawacita, klecawacita, akhirnya mendapat
anuttarabhisamsyaksambodhi.
Prasasti Talang Tuo dinilai sebagai ajaran bagi para pemimpin di
Indonesia untuk menjaga Bumi. Sri Baginda Śrī Jayanāśa melalui pembuatan sebuah
kebun bernama Śrīksetra dapat dikatakan sebagai standar seorang
pemimpin di tanah yang disatukan Sriwijaya yang bernama Indonesia ini.
Prasasti ini ditemukan di sekitar Kolam Telaga Biru, Kelurahan 3
Ilir, Kecamatan Ilir Timur II Palembang,
Sumatra Selatan pada tahun 1935. Prasasti ini tidak berangka tahun. Prasasti
ini dipahatkan pada sebuah batu andesit dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar
148 cm. Di bagian atasnya terdapat hiasan tujuh ekor kepala ular cobra, dan di
bagian bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air
pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf pallawa, dan
berbahasa Melayu Kuno.
Isi prasasti ini adalah tentang kutukan-kutukan yang menakutkan
bagi mereka yang berbuat kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tidak taat kepada
datu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini
merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi melawan
kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah. Disebutkan orang-orang tersebut
adalah mulai dari putra raja (rajaputra), menteri (kumaramatya), bupati
(bhupati), panglima (senapati), pembesar/tokoh local terkemuka (nayaka),
bangsawan (pratyaya), raja bawahan (haji pratyaya), hakim (dandanayaka),
ketua pekerja/buruh (tuha an vatak=vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyaksi
nijavarna), ahli senjata (vasikarana), tentara (catabhata),
pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kayastha),
pengrajin (sthapaka), kapten kapal (puhavam), peniaga (vaniyaga),
pelayan raja (marsi haji), dan budak raja (hulun haji).
Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang paling lengkap memuat
nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan
keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu berada di Palembang dan
pejabat-pejabat yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota
kerajaan. Soekmono
berpendapat berdasarkan prasasti ini tidak mungkin Sriwijaya berada di
Palembang karena adanya keterangan ancaman kutukan kepada siapa yang durhaka
kepada kedatuan, dan mengajukan usulan Minanga
seperti yang disebut pada prasasti
Kedukan Bukit yang diasumsikan berada di sekitar Candi Muara Takus
sebagai ibukota Sriwijaya.
Prasasti ini ditemukan di dusun kecil Kotakapur Pulau Bangka,
berangka tahun 608 saka (656 M). Prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa dan
menggunakan bahasa Melayu Kuno, merupakan salah satu dokumen tertulisi tertua
berbahasa Melayu, dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi
dengan ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada
bagian puncak. Penemunya adalah J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892
dan merupakan prasasti pertama yang ditemukan mengenai Sriwijaya. Hingga tahun
2012, prasasti Kota Kapur berada di Rijksmuseum (museum kerajaan) Amsterdam,
Belanda dengan status dipinjamkan oleh Museum Nasional. Isinya terutama
permintaan kepada para Dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, dan menghukum
setiap orang yang bermaksud jahat. Ancaman itu ditujukan kepada musuh-musuh
dalam negeri.
Sriwijaya diketahui telah menguasai bagian selatan Sumatera, Pulau Bangka dan
Belitung
hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan
bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum
"Bhumi Jawa" yang tidak berbakti (tidak mau tunduk) kepada Sriwijaya.
Peristiwa ini cukup bersamaan waktunya dengan perkiraan runtuhnya Taruma di
Jawa bagian barat dan Holing (Kalingga) di
Jawa bagian tengah. Ada kemungkinan hal tersebut akibat serangan Sriwijaya.
Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa,
dan Selat
Karimata.
Prasasti persumpahan ini ditutup dengan kalimat: waktu prasasti itu
dikeluarkan, tentara Sriwijaya berangkat ke Pulau Jawa, karena Pulau Jawa tidak
berbakti kepada Sriwijaya. Keberangkatan Sriwijaya ke Jawa membawa akibat
berkurangnya kekuatan pertahanan dalam negeri. Dapunta Hyang takut kalau-kalau
timbul peberontakan di wilayah Sriwijaya sebagai usaha untuk memperoleh
kemerdekaan kembali atau sebagai balas dendam kepada Sriwijaya. Pemberontakan
yang mungkin timbul adalah pemberontakan di
negeri-negeri bawahan. Tidak mustahil pula jika pemberontakan akan
timbul di pusat kerajaan akibat hasutan para pembesar yang tidak menyetujui
politik Dapunta Hyang. Barang siapa melawan kekuasaan Dapunta Hyang atau
melakukan pemberontakan atau bersekutu kepada pemberontak terhadap kekuasaan
Sriwijaya, dicap sebagai drohaka atau penghianat. Dalam bentuk apapun,
pemberontakan terhadap kekuasaan Dapunta Hyang akan ditumpas.
Isi prasasti ini:
1.
Siddha
titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah
makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai
tunai.
- Umentern bhakti ni ulun haraki.
unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana. manraksa yan
kadatuan çrivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan.
- paravis. kadadhi yan uran
didalanna bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka,
niujari drohaka talu din drohaka. tida ya.
- Marppadah tida ya bhakti. tida
yan tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava
vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu
çriwi-
- jaya. Talu muah ya dnan
gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran.
makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.
- Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi.
janan muah ya sidha. pulan ka iya muah yan dosana vuatna jahat inan
tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu-
- ruh marjjahati. yan vatu
nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. saranbhana
uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua-
- tna niwunuh ya sumpah ini gran
kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam nigalarku sanyasa
dattua. çanti muah kavuatana. dngan gotrasantanana.
- Samrddha svasthi niroga
nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din
pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. tatkalana
- Yan manman sumpah ini. nipahat
di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka
çrivijaya.
Terjemahannya:
1.
Keberhasilan!
(disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)
2.
Wahai sekalian
dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadatuan Sriwijaya
ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah!
3.
Bilamana di
pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kedatuan ini akan ada orang yang
memberontak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan
pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak;
4.
Yang mengenal
pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia
pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar
orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk
biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau
beberapa datu Sriwijaya, dan biar mereka
5.
Dihukum bersama
marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti
mengganggu; ketentraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila,
menggunakan mantra, racun, memakai racun, upas, dan tuba, ganja,
6.
Saramwat,
pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga
perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah
melakukan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula
biar mereka yang menghasut orang
7.
Supaya merusak,
yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan
dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti,
yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut
8.
Mati kena
kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang
oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga
marga dan keluarganya
9.
Dengan
keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari benncana, kelimpahan
segalanya untuk semua negeri mereka! Tahun saka 608, hari pertama paruh terang
bulan Waisakha (28 Februari 686 M), pada saat itulah
10. Kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara
Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang bhumi jawa yang tidak takluk kepada
Sriwijaya.
5.
Prasasti Karang Berahi
Kota Kapur di Bangka adalah tempat yang strategis untuk menguasai
jalan laut di muka pelabuhan Palembang, dan Karang Berahi terletak di jalan
raya (sungai dan darat) antara pantai timur dan daerah pedalaman yang banyak
mengandung emas. Tempat-tempat yang khusus diperkuat itu adalah tempat-tempat
yang sesuai dengan siasat untuk menjamin pertahanan Sriwijaya.
6.
Prasasti
Ligor
Prasasti ini ditemukan di Ligor, terdapat di Ligor (sekarang Nakhon Si
Thammarat, selatan Thailand).
Terdapat tulisan pada
dua sisi batu. Tulisan pada sisi A
disebut prasasti Ligor A, dan pada sisi B disebut prasasti Ligor B. Keduanya
ditulis dengan bahasa Sansekerta.
Ø
Prasasti Ligor
A atau manuskrip Viang Sa
Prasasti
Ligor A merupakan prasasti Sriwijaya yang paling akhir yang tidak menyebut
wangsa Sailendra. Prasasti ini menguraikan secara jelas bahwa raja Sriwijaya
benar-benar berkuasa di Ligor, Semenanjung. Beliau berulang kali disamakan
dengan dewa Indera dan diakui sebagai raja. Beliau mendirikan bangunan
trisamaya-caitya di Ligor pada tahun 775 M.
Ø
Prasasti Ligor
B
Prasasti
ini merupakan prasasti Sriwijaya yang pertama kali menyebut wangsa Sailendra
dan gelar sri maharaja. Chhabra beranggapan bahwa pada prasasti Ligor B hanya
terdapat satu raja Sriwijaya yaitu Wisnu yang bergelar Sri Maharaja karena beliau
keturunan wangsa Sailendra, serta dijuluki dengan Sesavvarimadavimathana
(pembunuh musuh-musuh yang sombong yang tidak bersisa). Prasasti Ligor B
mungkin dibuat oleh Maharaja dyah Pancapana kariyana Panamkarana, raja dari
wangsa Sailendra.
Prasasti ini ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Sungai Pisang,
Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno sebanyak 13
baris. Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk aksaranya diperkirakan
prasati itu berasal dari akhir abad ke 7 M. Isinya mengenai kutukan bagi
orang-orang yang tidak tunduk kepada
kekuasaan Sriwijaya.
8.
Prasasti
Leiden
Prasasti ini merupakan manuskrip yang ditulis pada lempengan tembaga berangka tahun 1005 berbahasa Sansekerta dan Bahasa Tamil. Prasasti ini dinamakan sesuai dengan tempat berada sekarang yaitu di KITLV Leiden, Belanda. Prasasti ini berisi tentang hubungan antara dinasti Sailendra dari Sriwijaya dengan dinasti Chola dari Tamil, selatan India.
Prasasti ini dikenal juga dengan nama Prasasti Bawang yang
ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung. Menggunakan aksara Pallawa berbahasa
Melayu Kuno. Tulisan pada prasasti ini
sangat aus, namun masih teridentifikasi angka tahunnya yaitu tahun 919 saka atau
997 M. Prasasti ini kemungkinan berisi tentang pemberian tanah sima, yaitu
tanah yang diberi hak istimewa dengan tidak dipungut pajak.
0 Response to "Sejumlah Prasasti yang Ditemukan di Sumatera"
Post a Comment