-->

Mata Uang Kerajaan-Kerajaan Aceh




     Kerajaan Perlak

Kerajaan Perlak merupakan kerajaan islam paling awal tumbuh dan berkembang di Aceh. Kerajaan Islam yang terdapat di pesisir timur daerah Aceh kecamatan Perlak Aceh Timur sekarang oleh sebagian sejarawan diyakini sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara dan Asia Tenggara. Raja dan rakyat penduduk negeri Perlak pada mulanya adalah keturunan dari Maharaja Pho He La Syahir Nuwi (Meurah Perlak Syahir Nuwi) dan keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya. Beberapa abad kemudian, pada tahun 173 H (800 M) tibalah sebuah kapal saudagar islam ke Bandar Perlak yang datang dari Teluk Kambey (Gujarat) yang diketuai oleh Nakhoda Khalifah. Ketika rombongan nakhoda khalifah tiba di Bandar Perlak, mereka melihat orang-orang yang berdagang di Bandar itu sudah banyak. Maka ajaran Islam yang dibawa dan didakwahkan oleh rombongan Nakhoda Khalifah kepada penduduk Perlak mendapat perhatian dan sambutan yang baik, sehingga dalam waktu yang tidak lama ajaran Islam terus berkembang di Perlak.
Bahkan menurut sejarahnya, dalam waktu yang tidak sampai setengah abad,komunitas Islm di Perlak telah mempunyai keturunan dari perkawinan campurn antara penduduk asli Perlak dengan keturunan Arab, Persi, dan India, hingga mereka sanggup mendirikan  Kerajaan Islam di negeri Perlak pada hari Selasa bulan Muharam tahun 225 H (840 M), dengan Sultan pertamanya adalah Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (seorang peranakan Arab Quraisy hasil perkawinan dengan putri Meurah Perlak) yang diberi gelar Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah. Pada hari peresmian kerajaan itu, Bandar Perlak ditukar namanya menjadi Bandar Khalifah sebagai kenang-kenangan kepada nahkoda Khalifah yang mula-mula membawa agama Islam ke Bandar Perlak. Bandar Khalifah tetrsebut sampai sekarang masih tetap disebut namanya, tetapi daerah itu telah menjadi dusun kecil yang tidak berarti lagi.


Mata Uang
            Mata uang Kerajaan Perlak antara lain: mata uang Dirham (terbuat dari emas), kupang (dari Perak), dan Keuh (dari timah). Dengan menemukan mata uang kerajaan Perlak, untuk sementara waktu menetapkan bahwa mata uang inilah yang dikategorikan mata uang tertua di Nusantara.
Sebuah mata uang emas bernama Dirham ditemukan oleh seorang wanita bernama Ruhani di Gampong Paya Meuligoe, kira-kira 150 meter dari Bandar Khalifah. Mata uang terebut kurang tampak tulisannya karena sudah lama tersimpan di dalam perut bumi. Ruhani menemukan mata uang tersebut ketika ia sedang menggali lobang untuk menanam pisang. Pada sisi mata uang tersebut tertulis dalam huruf Arab dengan kata-kata mirip dengan “Al-‘Ala” dan pada sisi lain terdapat tulisan yang dapat dibaca “Sultan”. Yang dimaksud “Al-‘Ala” pada mata uang emas itu putri Nurul ‘Ala yang menjadi perdana menteri pada pemerintahan Sultan Makhdum Alaiddin Ahmad Syah Jauhan Berdaulat, yang memerintah Kerajaan islam Perlak tahun 501-527 H (1108-1134 M).
Mata uang lain yang ditemukan oleh seorang anak laki-laki bernama Mahmud adalah mata uang Perak ketika ia sedang mencangkul lading di daerah kampung Sarah Pineung, kecamatan Blang Simpo Perlak atau di selatan kota Perlak. Pada satu sisi mata uang perak itu tertulis “dhuribat mursyidan” dan di sisi lain terrtulis “syah Alam Barinsyah”. Yang dimaksud “Syah Alam Barinsyah” adalah putri mahkota dari Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Syah Jauhan Berdaulat yang memerintah pada tahun 592-622 H (1196-1225 M). Pada tahun 600 H (1204 M), Malik Abdul Jalil diserang penyakit lumpuh sehingga ia tidak mampu menjalankan roda pemerintahan, sehingga ia menyerahkan pemerintahaannya kepada putrinya yaitu putri Mahkota Barinsyah yang dibantu adiknya Abdul Aziz Syah. Karenanya mata uang itu diduga dibuat pada masa putri mahkota Barinsyah yang menjabat sebagai pelaksana tugas kerajaan.


Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Malikussaleh (1270-1297) yang nama aslinya Meurah Seulu, putra dari Meurah Gajah. Namanya semakin terkenal setelah menundukkan sejumlah kerajaan kecil di sekitarnya dan menyingkirkaan Meugat Al-Nazar dari kerajaan Seumerlang.
Setelah Sultan Malikussaleh meninggal pada tahun 1297, baginda digantikan oleh puteranya, yakni Sultan Muhammad Malik al-Zahir atau Malikuzzahir (1297-h1326). Kerajaan Samudra Pasai mulai berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat perkembangan agama Islam di selat Malaka. Sebagai Bandar perdagangan yang telah maju, Samudra Pasai mengeluarkan mata uang emas yang dinamakan deureuham atau dirham. Di bawah Sultan Muhammad Malik al-Zahir, Samudra Pasai mengeluarkan mata uang emas yang sampai saat ini dianggap sebagai mata uang emas tertua yang pernah dikeluarkan oleh sebuah kerajaan Islam di Asia Tenggara.

Deskripsi:
Muka: Muhamad Malik al-Zahir
Belakang: al-Sultan al-Adil
Diameter: 10 mm
Berat: 0,58 gram
Mutu: 18 karat


Kerajaan Aceh Darussalam

Menurut H.J. de Graaf, kerajaan Aceh Darussalam merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu kerajaan Lamuri dan Aceh Darul Kamal, sedang sultannya adalah Ali Mughayat Syah. Ali Mughayat Syah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan meliputi Pidie yang bekerjasama dengan Portugis, kemudian Pasai pada tahun 1524 M. Dengan kemenangan tersebut, Aceh dengan mudah melakukan ekspansi wilayah kekuasaannya ke Sumatera Timur. Untuk mengatur daerah Sumatera Timur, Sultan Aceh mengirim panglima-panglima, salah seorang diantaranya adalah Gocah, pahlawan yang menurunkan Sultan Deli dan Serdang. Namun yang membearkan kerajaan Aceh bukan Ali Mughayat Syah tetapi Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar al-Qahar. Dalam menghadapi bala tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan Negara-negara Islam lainnya di Nusantara.
Sultan Ali Mughayat Syah dianggap sebagai Sultan pertama di Kerajaan Aceh dan pendiri kekuasaan Aceh serta peletak dasar kekuatan perkembangan kerajaan Aceh. Tanggal Sultan Ali Mughayat Syah naik tahta tidak diketahui, namun nisan makamnya ditemukan bertanggal wafat 7 Agustus 1530.  Kenaikan tahta Sultan Ali hamper bersamaan dengan  kedatangan orang-orang Portugis di sekitar Selat Malaka. Pada tahun 1511 Malaka diduduki Portugis dan mereka berusaha memblokir seluruh lalu lintas international di selat itu. Kondisi ini mendorong Sulltan Ali mengambil alih kekuasaan dari Ayahnya Sultan Syamsu Syah dan bersama adiknya raja Ibrahim mengatur sebuah program pemerintahan.
            Kerajaan Aceh Darussalam mencapai puncak keemasan pada masa Perkasa Alam yang bergelar Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Pada masanya banyak dilengkapi aturan-aturan yang telah ada dimasing-masing negeri, penyusunan dan penegakan hukum yang benar sehingg roda pemerintahan dapat berjalan dengan tertib dan lancar.

Mata Uang
Gampong Pande adalah tempat  keluaran dirham pada masa pemerintahan lima orang Sultan yang memerintah Kerajaan Aceh Darussalam sebelum abad ke-16. Ini diketahui dari nama-nama Sultan yang tertulis pada mata uang emas itu, yaitu Sultan Salah ad-Din (1530-1537), Sulthan Ala ad-Din Riyat Syah al-Qahar (1537-1571), Sultan Ali Riayat Syah (1571-1579), Sultan Ala ad-Din bin Amad, dan Sultan Ala ud-Din bin Ala ud-Din.
Pada dirham emas keluaran masa Sultan Salah ad-Din (1530-1537) yang ditemukan di Kampung Pande ini, menurut Filolog Nurdin AR pada bagian muka mata uang tertulis “Salah ibn `Ali Malik az-Zahir” dan bagian belakangnya tertulis “as-Sultan al-`adil”. Sedangkan dirham masa Sultan Ala ad-Din Riayat Syah al-Qahar (1537-1571), bagian muka tertulis “Ala ad-Din bin Ali bin Malik az-Zahir” dan bagian belakang tertulis “as-Sultan al-adil. Kedua dirham ini profilnya sama, yaitu berdiameter 11 milimeter, berat 0,600 gram (600 miligram), dan kadar emasnya 18 karat.
Penggunaan gelar “Malik az-Zahir” pada mata uang dirham Kerajaan Aceh Darussalam oleh beberapa Sultan --dari Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530) hingga Sultan Muda, anak dari Sultan Ali Riayat Syah (1579)-- adalah gelar yang dirujuk pada mata uang dirham Kerajaan Pasai. Setelah itu, termasuk pada masa Sultan Iskandar Muda dan setelahnya tidak lagi mencantumkan gelar “Malik az-Zahir” dan “as-Sultan al-Adil” pada mata uang emas Kerajaan Aceh Darussalam.
Pembuatan dirham
Bahan baku pembuatan dirham adalah emas murni (mas 99%) dan dicampur dengan perak sekitar 25%. Capuran perak pada dirham adalah untuk memudahkan pembuatan, di samping akan kelihatan bentuk dirham tampak lebih lembut. Dibandingkan campuran tembaga, pembuatannya agak sukar, kerena bila emas dicampur tembaga agak lebih keras, dan warnanya pun agak lebih merah, dibandingkan dirham bercampur perak, warnanya agak sedikit keputihan dan terkesan lembut.
Mengenai ungkapan Malik al-Zahir dan al-Sultan al-Adil yang tertera pada dirham Samudra Pasai dan Aceh dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Lebih dari 220 tahun lamanya pada sisi belakang semua dirham Samudra Pasai tertera ungkapan al-Sultan al-Adil.
2.      Setelah kerajaan Aceh menaklukan kerajaaan Samudra Pasai pada tahun 1524, para Sultan Aceh meniru kebiasaan para Sultan Samudra Pasai dengan memakai gelar al-Sultan al-Adil pada dirham mereka. Hal ini terlihat pada dirham pendiri kerajaan Aceh, Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530) sampai dirham Sultan Hussain alias Sultan Iskandar Muda alias Sultan ‘Ali Ri’ayat Syah (1589-1604). Akan tetapi, sejak Sultan Iskandar Muda alias Mahajaraja Darmawangsa Tun Pangkat (1607-1637), kata-kata al-Sultan al-Adil tidak lagi digunakan pada dirham Aceh.
3.      Seperti telah disebutkan di muka bahwa ungkapan al-Sultan al-Adil lebih dari 220 tahun lamanya tertera pada dirham Kerajaan Samudra Pasai, demikian halnya dengan ungkapan Malik al-Zahir. Sebagai pengecualian terdapat dua orang sultan yang tidak memakai gelar Malik al-Zahir, yaitu Sultan Salahuddin (1404-1412) dan Sultan Zainal Abidin (1513-1524). Sejak Sultan Alauddin Mansur Syah (1579-1585/6) alias Alauddin Ibn Ahmad putra Sultan Perak yangdirajakan di Aceh, kata-kata Malik al-Zahir tidak lagi ditemukan pada dirham Sultan-sultan kerajaan Aceh Darussalam.
4.      Mengenai nilainya, Tome Pires penulis Portugis dalam bukunya dari Laut Merah sampai Jepang, yang ditulis pada tahun 1512-1515, di Melaka dan India, memberitakan bahwa di Pasai terdapat mata uang yang terbuat dari timah dan pada mata uang emas yang berukuran kecil yang dinamakan dramas dan Sembilan dramas ini sama dengan satu cruzado, dan satu cruzado sama dengan 500 cash. Cruzado adalah mata uang yang terbuat dari emas dikeluarkan di Goa oleh pihak Portugis.
5.      Seorang pelaut Inggris bernama John Davis yang bekerja pada kapal Belanda mendarat di pelabuhan Aceh pada bulan Juni 1599 dan ia menemukan bahwa di Aceh terdapat bermacam-macam alat pembayaran seperti cashes, mas, cowpan (kupang), pardow, dan tayel (tahil). Ia hanya melihat dua keeping mata ung logam, yang satu dari emas sebesar penny di Inggris dan yang satu lagi dari timah disebut caxas. Ia menambahkan:
1600 cashes: 1 mas
400 chases: 1 kupang
4 kupang: 1 mas
5 mas: 4 shilling-sterling
4 mas: 1 perdaw
4 perdaw: 1 tahil
            Pada tahun 1691, terbit sebuah buku mengenai perhitungan nilai emas dan perak serta mengenai ukuran dan berat di benua Timur yang berjudul Uytrekening van de Goude en Silvere Munts Waardye, Inhout der Maten en Swaarte der Gewigten, in de Respective Gewesten van Indien. Dalam buku itu disebutkan bahwa di Aceh, satu tail adalah 16 mas (dirham).
Selain itu, Van Langen, seorang pejabat tinggi Belanda, pada tahun 1888 menyebutkan bahwa nilai dirham Sri Sultanah Tajalam Safiatuddin Syah (1641-1675) di Kerajaan Aceh Darussalam adalah E.0,625 (enam puluh dua setengah sen Hindia Belanda).
            J.Kreemer, seorang pakar  mengenai Aceh berdasar sumber dari John Davis tersebut di atas menulis:
1 tail: 4 pardu (pardu adalah mata uang perak yang ditempa oleh Portugis di Goa)
1 pardu: 4 dirham (mace, mas)
1 dirham: 4 kupang (mata uang perak yang kecil)
1 kupang: 400 kueh (bahasa Portugis: caxa, terbuat dari kuningan dan timah: bahasa Belanda: kasja atau kasje).
            Di dalam karya Denys Lombard (2007) yang dialihbahasakan menjelaskan, Van Langen berkata, sebenarnya tanpa memberi bukti bahwa uang Aceh yang pertama dibuat pada masa pemerintahan Alauddin al-Kahhar. Bahwa di bawah raja besar (w.1571 M) inilah Aceh sampai dapat menempa mata uangnya yang pertama, hanyalah suatu kemungkinan. Ia menambahkan dengan mengatakan bahwa bagaimanapun juga, John Davis adalah yang pertama yang memberikan gambaran yang masuk akal tentang system yang berlaku.








Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Mata Uang Kerajaan-Kerajaan Aceh"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel