Yuk Menilik Arsitektur Masjid Pertama di Jawa
Sejarah Perkembangan Masjid Demak
Masjid Demak merupakan masjid tertua dan pertama di Jawa. Masjid ini terletak di Desa Kauman (Glagah Wangi), Demak, Jawa Tengah. Masjid Agung Demak didirikan atas petunjuk dan pimpinan para wali pada sekitar abad ke 15 masehi.
Perbedaan versi mengenai Masjid Agung Demak justru mengenai tahun pembangnannya. Berdasarkan candrasengkala memet berupa gambaran seekor kura-kura yang terdapat pada dinding mihrab, Masjid Agung Demak didirikan pada tahun 1479. Gambaran kura-kura tersebut dapat diartikan dengan angka, kepala kura-kura berarti angka 1, kakinya angka 4, perutnya angka 0, dan ekornya angka 1, sehingga seluruhnya menjadi 1401 saka atau sama dengan 1479 M. Sementara angka tahun Jawa (saka) yang dipahatkan pada bagian atas kayu pintu gerbang utama ialah 1428 (1506 M) yang menunjukkan angka tahun pendirian dan perbaikan Masjid Agung Demak.
Dalam pembangunan Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga mempunyai peran yang sangat penting. Sunan Kalijaga membetulkan kedudukan mihrab, arah kiblat, dan membuat salah satu saka guru (tiang utama) yang terbuat dari tatal dengan julukan saka tatal. Pada masa awal, bangunan ini terbuat dari bangunan kayu jati berukuran 31x31 m. bagian serambi berukuran 31x15 m. atap tengahnya ditopang oleh 4 buah tiang kayu raksasa (saka guru) yang dibuat oleh 4 orang wali. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel. Saka sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, saka sebelah barat laut buatan Sunan Bonang. Saka tatal dari Demak kemudian diganti melalui proyek pemugaran oleh Direktorat Pelestarian dan Perlindungan Peninggalan Nasional pada tahun 1980-an, namun fragmen asli saka tatal masih disimpan di sebuah bangsal di belakang masjid. Adapun serambinya dengan 8 buah tiang boyongan adalah bangunan tambahan yang dibuat pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor) pada tahun 1520.
Sejak pendiriannya pada tahun 1479, Masjid Agung Demak sudah mengalami perbaikan-perbaikan, antara lain pada tahun 1506/1507, 1710, 1848, 1926, 1942, 1966, 1967, 1969, dan 1973. Pemugaran terakhir berpedoman pada prinsip-prinsip pemugaran peninggalan arkeologis sejak 1982 melalui proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak 1984, ahli-ahli pemeliharaan warisan budaya Islam dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) menyatakan bahwa Masjid Agung Demak merupakan masjid kuno warisan budaya Islam yang mempunyai nilai penting dari segi arsitektur dan mempunyai makna penting bagi Islam di lingkungan Negara-negara Islam. Sejak saat itulah, beberapa Negara yang termasuk OKI memberi bantuan, antara lain Brunei Darussalam, Turki, dan Arab Saudi.
Arsitektur Masjid Agung Demak
Pada masa awal abad XVI hingga XVIII Masjid-masjid kuno di Indonesia mempunyai ciri yang khas yaitu denah berbentuk bujur sangkar atau segi empat dan pejal, atapnya berbentuk atap tumpang semakin ke atas semakin kecil, serambi terletak di bagian depan atau samping masjid, dan halaman masjid dikelilingi pagar tembok dengan satu atau lebih pintu gerbang.
Selain ciri-ciri tersebut, masjid-masjid kuno di Indonesia juga mempunyai ciri lain. Antara lain:
a. Bangunan utama, serambi, dan tiang-tiangnya.
Pada arsitektur Masjid Agung Demak mempunyai dua buah bangunan utama, yakni bangunan induk dan serambi. Bangunan induk terdiri atas empat tiang utama yang dikenal dengan saka guru. Sedangkan bangunan serambi yaitu bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang oleh tiang yang disebut saka Majapahit. Saka Majapahit ini berjumlah 8 buah terletak di serambi masjid. Dinamakan saka Majapahit karena tiang-tiang tersebut merupakan benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V kepada Raden Patah ketika menjadi Adipati Noto Projoh Glagah Wangi, Bintara, Demak pada tahun 1475 M.
b. Atap dan lantai
Atap limas Masjid Agung Demak terdiri atas tiga bagian. Atap bersusun yang makin ke atas makin kecil serta didukung oleh bentuk joglo dengan pemberian jarak antar atap. Adapun lantainya, pada mulanya terbuat dari bata merah berukuran besar kemudian diganti dengan marmer berukuran besar-besar pula.
c. Maksurah
Maksurah adalah bangunan kecil yang terletak di sebelah kiri mihrab Masjid Agung Demak dan berfungsi sebagai tempat shalat raja atau penguasa. Maksurah terbuat dari kayu jati dengan ukuran 28x182x319. Bangunan ini merupakan artefak bangunan berukir pada masa lampau yang memiliki nilai estetika yang sangat unik.
d. Pintu
Pintu masuk masjid-masjid kuno berukuran pendek kurang lebih 1,5 meter. Pintu utama Masjid Agung Demak pada abad ke 15 disebut Pintu Bledeg. Kini pintu ini disimpan di Masjid Agung Demak sebagai salah satu situs peninggalan bersejarah.
e. Kolam wudhu
Kolam wudhu ini terletak di bagian depan masjid. Kolam ini mempunyai luas sekitar 75 m dengan kedalaman air mencapai 3 m. sekarang kolam ini dijadikan sebagai situs bersejarah yang dikelilingi oleh pagar besi. Pemugaran terakhir situs ini dilakukan pada tahun 1978 dengan pekerjaan yang difokuskan pada penataan halaman masjid, memasang penerangan, memperbaiki akses jalan masuk ke masjid, penanaman beberapa tumbuhan peneduh, dan aliran listrik untuk dipergunakan Masjid Agung Demak.
f. Konsep Desain
Arsitektur Masjid Agung Demak dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa Kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut dapat dilihat pada tiga aspek pokok, yakni atap meru, ruang keramat (cella), dan saka guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat tiga dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas.
g. Bangunan-bangunan dalam kompleks Masjid Agung Demak
Kompleks Masjid Agung Demak juga terdiri atas pemakaman Raja-raja kesultanan Demak beserta para abdinya. Selain itu ada juga museum yang berisi berbagai hal mengenai riwayat Masjid Agung Demak.
Cerita tentang Masjid Agung Demak
a. Cerita tentang sejarah pembangunan Masjid Agung Demak
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, Masjid Agung Demak dibangun oleh Wali Sanga hanya dalam waktu satu malam. Pembangunan masjid ini berlangsung atas perintah Raden Patah (Raja pertama Kesultanan Demak). Meskipun waktu penyelesaian pembangunannya sulit diterima logika, namun semua catatan sejarah menceritakan hal yang sama. Sehingga, suatu keajaiban dan keunikan tersendiri bagi masjid ini bahwa ia dibangun hanya dalam waktu satu malam.
Namun, bila dibandingkan dengan kesaktian orang zaman dulu, khususnya para wali, pembangunan masjid dalam waktu satu malam memang sangat masuk akal. Sebab, sangat mungkin bagi orang-orang sakti mandraguna untuk membangun sebuah bangunan hanya dalam waktu satu malam.
b. Cerita tentang pintu Bledek
Pintu bledek dibuat oleh Ki Ageng Selo. Konon, Ki Ageng Selo memiliki kesaktian bisa menangkap petir. Oleh karena itu, pintu tersebut diberi nama pintu Bledek yang artinya pintu petir.
c. Cerita tentang Saka Tatal
Keunikan dari arsitektur bangunan Masjid Agung Demak lainnya adalah Saka Tatal. Disebut unik karena tiang ini terbuat dari serpihan-serpihan kayu yang direkatkan sehingga membentuk tiang, bukan dari kayu utuh.
Masyarakat menyebut tiang ini sebagai wujud karamah Sunan Kalijaga. Banyak yang percaya Sunan Kalijaga membuat saka ini dengan kekuatan yang tidak biasa. Konon, Sunan Kalijaga datang terlambat saat pembangunan masjid. Para wali yang lain telah selesai mengerjakan bagian masing-masing sehingga bahan bangunan tinggal sisa-sisa saja. Namun, Sunan Kalijaga tak kurang akal. Ia mengumpulkan sisa-sisa potonngan kayu (tatal) kemudian disusun dan diikat menjadi saka yang kokoh dan sama kuat dengan saka yang lain.
Makna dan Filosofi Bentuk dan Konsep Arsitektur Masjid Agung Demak
Seni bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia menunjukkan penerapan ayat-ayat Alquran dan Hadits. Hal ini tampak pada pintu-pintu masjid yang dibuat rendah dengan maksud agar takzim saat memasuki masjid. Demikian pula saka tatal yang terbuat dari serpihan-serpihan kayu yang diikat membentuk sebuah tiang utama atau saka guru yang melambangkan gotong royong dalam pembangunannya.
Atap limas Masjid Agung Demak terdiri atas 3 bagian. Ha ini menggambarkan iman, islam, dan ihsan. Atap bersusun makin ke atas makin kecil serta didukung oleh bentuk joglo dengan pemberian jarak antar atap memberi kemudahan fentilasi udara sehingga udara dalam masjid terasa sejuk. Selain itu, atap bersusun dialam tropis memudahkan curah hujan meluncur dari atap sehingga tidak membuat bocor pada masjid. Dari keberadan atap bertingkat inilah terlihat bahwa arsitek-arsitek muslim pada masa itu sudah memperhatikan ekologi lingkungan alam. Sedangkan dari segi sosiologi, bangunan masjid dibuat luas agar jumlah jamaah sedapat mungkin memenuhi masjid itu.
Dari segi arsitektur maupun ornament masjid kuno bergaya hindu bertujuan untuk menarik masyakaraka yang masih beragama Hindu Budha memeluk agama Islam. Dengan kata lain, masjid-masjid kuno di Indonesia digunakan sebagai salah satu jalur Islamisasi atau penyebaran Islam melalui seni bangunan.
0 Response to "Yuk Menilik Arsitektur Masjid Pertama di Jawa"
Post a Comment