-->

Asal Usul Wayang Kulit


Dalam bahasa Jawa, wayang berarti bayang-bayang yang dalam bahasa bikol dikenal dengan kata baying yang berarti barang. Namun, akar kata wayang adalah layang terbang yang kemudian disimpulkan bahwa wayang adalah benda bergerak yang menimbulkan bayang-bayang dan melayang.

Banyak orang yang mengira bahwa pertunjukan wayang kulit merupakan suatu kebudayaan dari agama Hindu, namun faktanya adalah jauh sebelum agama Hindu datang pertunjukan wayang asli atau disebut dengan bayang-bayang sudah ada di Indonesia yakni sekitar tahun 1500 SM. Wayang-wayang tersebut dibuat menggunakan kayu yang dihias dengan rerumputan dan sebagainya.

Wayang melukiskan manusia, binatang atau raksasa dan juga tokoh yang berbudi halus, kuat, dan lucu. Setiap tokoh yang menonjol memiliki ragam yang disebut wanda, yakni penggambaran watak-watak untuk mengungkapkan perasaan dan keadaan tertentu. Setiap tokoh memiliki empat, lima, atau bahkan duabelas wanda yang masing-masing mewakili perasaan yang berbeda-beda yang bisa dilihat dari tundukan kepala, badan, lekukan mata dan mulut, jarak antara mata dan alis, jarak antara mata dan mulut, serta warna yang digunakan.

Perkembangan wayang telah melalui berbagai zaman dengan menyesuaikan dan menyelaraskan zamannya secara fungsional. Penyesuaian pertunjukan wayang terhadap zaman menyebabkan terjadinya perubahan bentuk, tetapi perubahan tersebut hanya pada sisi luarnya saja dan tidak memperngaruhi isi atau prinsip dari pertunjukan wayang tersebut sehingga pertunjukan wayang tetap berjalan pada nilai-nilai moral awal dan tetap pada dasar klasik tradisional. Selain itu, perkembangan wayang juga berpengaruh terhadap fungsi wayang yang pada awalnya sebagai bagian dari upacara kepercayaan kemudian berkembang menjadi media untuk pendidikan, sebagai kesenian daerah, dan menjadi objek ilmiah.

Jenis-jenis Wayang Kulit

1. Wayang Bayangan

Seperti yang telah dijelaskan di atas, pertunjukan bayang-bayang merupakan pertunjukan wayang yang pertama dan digunakan pada upacara agama dan inti pokok pertunjukan tersebut bersifat magic.


2. Wayang Purwa

Pada tahun 907 M agama Hindu membawakan sebuah inovasi untuk menambahkan cerita-cerita duniawi pada wayang dan mampu menarik antusias masyarakat. Inovasi tersebut memunculkan sebuah nama, yakni wayang Purwa yang berarti wayang zaman dulu atau wayang yang mempertunjukkan cerita zaman dahulu. Pertunjukan wayang Purwa membawakan cerita Mahabharata dan Ramayana. Pertunjukan tersebut masih bersifat magic dan religius.

3. Wayang Parwa

Wayang Parwa merupakan wayang kulit yang paling popular di Bali. Wayang ini membawakan lakon-lakon yang bersumber dari cerita Mahabharata yang juga dikenal sebagai Astha Dasa Parwa. Walaupun pertunjukannya bersifat modern, wayang ini dipentaskan dalam berbagai jenis upacara adat dan agama.

4. Wayang Madya

Wayang ini lahir pada masa pangeran adipati Mangkunegara IV yang memiliki sebuah keinginan untuk menggabungkan seluruh wayang yang menjadi satu kesatuan yang berangkai, yaitu seluruh sejarah Jawa lama yang telah ditulis dan ditetapkan secara resmi dalam babad pada abad yang lalu sampai masuknya Islam diolah menjadi satu rangkaian yang kronologis dari lakon yang berurutan.

5. Wayang Wahana

Pada tahun 1920, R.Ng.Sutarto Harjawahanadari Sela membuat wayang untuk cerita-cerita biasa atau wantah (realistis), wayang tersebut akhirnya diberi nama wahana. Pertunjukan wayang wahana memakan waktu kurang lebih 6 jam dengan iringan gamelan jawa.

6. Wayang Kancil

Wayang ini memuat cerita-cerita binatang untuk pertunjukan wayang anak-anak.

7. Wayang Perjuangan

Pada tahun 1944, di Surakarta dibuat wayang untuk cerita sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan cerita-cerita biasa. 

8. Wayang Pancasila

Harsana Hadisusena asal Yogyakarta membuat wayang dengan cerita mengenai peristiwa-peristiwa sesudah 17 Agustus 1945 dengan tujuan memberi penerangan tentang falsafah pancasila dan didikan kenegaraan serta undang-undang dasar negara. Wayang ini dibuat dari kulit tetapi diberi baju.

9. Wayang Kulit Betawi

Menurut para sejarawan, pertunjukan wayang kulit Betawi berasal dari Jawa. Mereka mengatakan bahwa wayang kulit masuk ke Betawi pada saat penyerbuan Sultan Hantjokrokusumo ke Mataram tahun 1682-1629. 

10. Wayang Krucil

Wayang ini pertama kali diciptakan oleh pangeran Pekik dari Surabaya. Wayang ini terbuat dari kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut wayang krucil. Dalam perkembangannya, wayang ini menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian dikenal sebagai wayang klithik.


Pakem Pagelaran Wayang Kulit sebagai Simbol Perjalanan Hidup Manusia






Pertunjukan wayang kulit semalam suntuk telah digambarkan dalam serat Weda Purwaka dan pupuh Dhandanggula. Dalam pupuh Dhandanggula dapat disimpulkan bahwa segaa sesuatu yang berhubungan dengan pertunjukan wayang kulit mempunyai simbol-simbol tersendiri, antara lain:
  1. Orang yang mempunyai hajat wayangan (nanggap wayang) diumpamakan seperti Hyang Maha Widi.
  2. Dalang menggambarkan Tri Murti, yakni Brahma, Wisnu, dan Rudra. Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara, dan Rudra sebagai perusak. Namun dalam hal pewayangan dikaitkan dengan Tuhan yaitu sebagai pencipta, pemelihara, dan sebagai pemberi adzab.
  3. Wayang yang dimainkan menggambarkan makhluk.
  4. Blencong menggambarkan matahari.
  5. Kelir atau layar menggambarkan angkasa (langit).
  6. Debog atau batang pisang menggambarkan bantalan (bumi, tanah).
  7. Gamelan menggambarkan keutuhan manusia hidup di dunia.

Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan pagelaran wayang kulit sebagai gambaran manusia adalah:
  • Orang yang mempunyai hajat wayangan diibaratkan sebagai Hyang Atma (jiwa manusia).
  • Dalang sebagai pencipta dan karsa manusia.
  • Wayang simbol dari nafsu manusia yang terdapat pada pancaindera.
  • Kelir atau layar menggambarkan angan-angan manusia.
  • Debog atau batang pisang menggambarkan jasmani atau raga manusia.
  • Blencong atau lampu, melambangkan pramana (denyut jantung yang menjadi tanda kehidupan).
  • Gamelan melambangkan kebutuhan hidup manusia.
  • Kotak tempat menyimpan wayang menggambarkan sangkan paran (asal mula dan tujuan), yaitu asal mula manusia sebelum hidup dan tempat manusia setelah mati.
  • Gunungan atau kayon melambangkan kehidupan (dari kata Khayyun yang berarti hidup).
  • Cempala atau alat untuk memukul kotak melukiskan jantung manusia.
  • Kepyak menggambarkan peredaran darah pada urat nadi.

Manfaat Wayang

Bagi masyarakat Jawa, wayang bukan hanya sekedar tontonan melainkan sebuah pertunjukan yang mempunyai nilai tuntunan. Wayang bukan sekedar sarana hiburan, tetapi juga merupakan media komunikasi, media penyuluhan dan media pendidikan. Bahkan wayang juga sebagai sarana pengabdian dalang bagi masyarakat, Negara, dan bangsa.

Kualitas pertunjukan wayang sangat ditentukan oleh Ki Dalang. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa para niyaga, wiraswara, dan pesinden hanya sebagai Timun Wungkuk Jaga Imbuh atau sebagai embel-embel yang tidak berarti. Iringan karawitan yang baik dilengkapi oleh niyaga dan pesinden yang baik dan dapat mengikuti selera penonton. Namun, dalang yang pada hakekatnya merupakan dirigen dan sekaligus sutradara pertunjukan wayang tetap sebagai pengendali dan penentu keberhasilan pertunjukan wayang.

Melihat fungsi wayang sebagai tuntunan, peran dalang sangat mutlak. Agar bisa memberikan tuntunan kepada masyarakat, dalang harus menguasai hampir segala hal. Dalam istilah Jawa, ia harus mumpuni. Dimata masyarakat orang Jawa, dalang adalah wong kang wasis ngudhal piwulang (orang yang mahir memberikan banyak pelajaran) atau wong kang pantes ngudhal piwulang (orang yang pantas memberikan pelajaran).



Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Asal Usul Wayang Kulit"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel