-->

Perumusan Pancasila dalam Sejarah Bangsa




Suatu bangsa dalam mewujudkan cita-cita kehidupannya dalam suatu Negara modern memiliki karakteristik sendiri-sendiri, dan melalui suatu proses serta perkembangan sesuai dengan latar belakang sejarah realitas sosial, budaya, etnis, kehidupan keagamaan, dan konstelasi geografi yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Latar belakang tiap Negara tentunya berbeda antara Negara satu dengan Negara yang lain.
Latar belakang sejarah perkembangan Negara modern di Indonesia untuk terwujudnya Negara modern diwarnai dengan penjajahan bangsa asing selama 3,5 abad. Kemudian dalam mendirikan Negara, Indonesia menggali nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri yang merupakan local wisdom bangsa Indonesia sendiri sebagai unsur materi Pancasila.
            Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia sebelum disahkan, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan Negara, yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan, serta nilai-nilai religious. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga Pancasila sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para pendiri Negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat Negara Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang panitia Sembilan, sidang BPUPKI kedua, dan akhirnya disahkan secara yuridis sebagai suatu dasar filsafat Negara republik Indonesia.

(Panitia Sembilan)

Janji Belanda tentang Indonesia merdeka dikemudian hari dalam kenyataannya hanya suatu kebohongan belaka sehingga tidak pernah menjadi kenyataan. Kemudian fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda  “Jepang Pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Dalam perang melawan sekutu Barat (Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, Belanda, dan Negara sekutu lainnya) nampaknya Jepang semakin terdesak. Agar mendapat dukungan dari bangsa Indonesia, maka pemerintah Jepang bersikap murah hati yaitu dengan menjanjikan Indonesia merdeka kelak kemudian hari.
            Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, beliau memberikan hadiah ulang tahun kepada bangsa Indonesia berupa kemerdekaan tanpa syarat. Janji kedua pemerintah Jepang tersebut disampaikan kepada bangsa Indonesia seminggu sebelum bnagsa Jepang menyerah, dengan Maklumat Gunseikan No.23 dalam janji kemerdekaan yang kedua tersebut bangsa Indonesia diperkenankan untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Bahkan bangsa Indonesia dianjurkan untuk berani mendirikan Negara Indonesia merdeka di hadapan musuh-musuh Jepang yaitu sekutu termasuk kaki tangannya NICA yang ingin mengembalikan kekuasaan kolonialnya di Indonesia.
Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia, maka realisasinya adalah dibentuknya suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang didirikan pada tanggal 29 April 1945 dan diketuai oleh Dr.Radjiman Wediodiningrat. Jumlah keanggotaan badan ini semula 63 orang, kemudian bertambah menjadi 69 orang. Jepang membagi anggota BPUPKI menjadi lima golongan: golongan pergerakan, golongan Islam, golongan birokrat, wakil kerajaan, pangreh praja, dan golongan peranakan (peranakan Tionghoa 4 orang, peranakan Arab 1 orang, dan peranakan Belanda 1 orang). Tidak semua anggota BPUPKI terdiri dari kaum pria, ada 2 orang perempuan yakni Ny.Maria Ulfa Santoso dan Ny.R.S.S.Soenarjo Mangoenpoespito. Oleh karena itu istilah founding fathers tidaklah tepat.

(Perumus Pancasila)


            Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan selama empat hari (29 Mei 1945 – 1 Juni 1945), berturut-turut yang menyampaikan usulannya adalah:
  1. Mr.Muh.Yamin (29 Mei 1945), ia mengusulkan tentang Negara Indonesia yang akan dibentuk, jadi tidak langsung menguraikan rincian sila-sila Pancasila. Pertama ia menguraikan tentang E’tat nation atau Nationale staat (Negara kebangsaan). Namun uraiannya mencampuradukkan antara dasar kemerdekaan dan kedaulatan Negara. Berikutnya ia membahas tentang kemerdekaan dengan dasar kemanusiaan (internasionalisme), dalam uraian inipun Yamin tidak menguraikan secara eksplisit bahwa kemanusiaan merupakan dasar Negara yang akan dibentuk. Kemudian selanjutnya Yamin membahas tentang Ketuhanan, yang diuraikan sebagai peradaban Indonesia mempunyai Ketuhanan YME. Dalam hal inipun Yamin tidak menjelaskan Ketuhanan YME diletakkan sebagai dasar Negara yang akan dibentuknya. Pada uraian berikutnya beliau menguraikan dasar-dasar yang tiga: (1) Permusyawaratan (Qur’an)-Mufakat (adat), (2) Perwakilan (adat), dan (3) Kebijaksanaan (rationalism). Nilai yang diuraikan berikutnya adalah Kesejahteraan Rakyat, yaitu perubahan dasar tentang kesejahteraan mengenai kehidupan sosial-ekonomi sehari-hari.
Isi pidato Muh Yamin tidak secara langsung menguraikan tentang rincian sila-sila Pancasila terutama dalam hubungannya dengan dasar Negara Indonesia. Bahkan pidatonya Nampak mencampur antara dasar Negara, bentuk Negara, peradaban serta tujuan kemerdekaan. Pada akhir pidatonya ia menyerahkan naskah yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan UUD RI dan rancangan itu dimulai dengan Pembukaan.
  1. Prof.Dr.Soepomo (31 Mei 1945), ia mengemukakan teori-teori Negara sebagai berikut:
Ø  Teori Negara perseorangan (individualis): Negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontak antara seluruh individu.
Ø  Paham Negara kelas (Class Theory): Negara adalah alat dari kaum bourgoeise, kaum Marxis menganjurkan untuk meraih kekusasaan agar kaum buruh dapat diganti menindas kaum bourgoeise.
Ø  Paham Negara integralistik: Negara bukan untuk menjamin perseorangan atau golongan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu persatuan.
Pandangan dan usulan Muh.Yamin dan Soepomo lebih menekankan pada prinsip dasar Negara, asas Negara, bentuk Negara. Bahkan Muh.Yamin menekankan pada paham Negara substansi yang dikemukakan oleh Soepomo pada karakteristik Negara persatuan, kebersamaan atau paham integralistik.
  1. Ir.Soekarno (1 Juni 1945). Beliau mengusulkan dasar Negara yang terdiri atas lima prinsip, rumusannya adalah:
1.      Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2.      Internasionalisme (peri kemanusiaan)
3.      Mufakat (demokrasi)
4.      Kesejahteraan sosial
5.      Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)

Kelima sila tersebut kemudian oleh Soekarno diberi nama “Pancasila” atas saran salah seorang teman beliau ahli bahasa. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia yang kekal dan abadi. Angka lima memiliki nilai keramat dalam antropologi masyarakat Indonesia. Soekarno menyebutkan rukun Islam lima, jari kita lima, kita mempunyai panca indera. Urutan kelima sila itu disebutkan Soekarno sebagai urutan sequential, bukan urutan prioritas. Kemudian menurut Soekarno, kelima sila tersebut dapat diperas menjadi “Tri Sila” yang meliputi: (1) Sosio-nasionalisme sintesis dari nasionalisme dengan internasionalisme, (2) Sosio-demokrasi sintesis dari Mufakat dengan kesejahteraan sosial, (3) Ketuhanan. Berikutnya beliau juga mengusulkan bahwa Tri Sila tersebut juga dapat diperas menjadi Eka Sila yang intinya adalah Gotong Royong, maknanya adalah prinsip ketuhanan harus berjiwa gotong royong (ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran), bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan. Prinsip kebangsaan harus berjiwa gotong royong (bhinneka tunggal ika), prinsip demokrasi harus berjiwa gotong royong mengembangkan mufakat, prinsip kesejahteraan harus berjiwa gotong royong mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan. Beliau mengusulkan bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia juga pandangan dunia yang setingkat dengan aliran-aliran besar dunia dan di atas dasar itulah kita dirikan Negara Indonesia.
Menurut pengakuannya, pada malam menjelang 1 Juni, Soekarno bertafakur, menjelajahi lapis demi lapis lintasan sejarah bangsa, menangkap semangat yang bergelora dalam jiwa rakyat, dan akhirnya menengadahkan tangan meminta petunjuk kepada Tuhan agar diberi jawaban yang tepat atas pertanyaan tentang dasar Negara yang hendak dipergunakan untuk meletakkan Negara Indonesia merdeka di atasnya .
   Soekarno menyerukan “bahwa kita harus mencari persetujuan, persetujuan paham, “kita bersama-sama mencari persatuan philosofische grondslag, mencari satu Weltanschauung yang semuanya setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui , yang saudara Sanoesi setujui, yang saudara Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen Hian setujui.
Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional mengadakan pertemuan untuk membahas pidato serta usul-usul mengenai dasar Negara yang telah dikemukakan dalam sidang BPUPKI. Sembilan tokoh tersebut disebut dengan panitia Sembilan yang setelah mengadakan sidang berhasil menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal sebagai “Piagam Jakarta” yang di dalamnya memuat Pancasila. Adapun rumusan Pancasila yang termuat dalam Piagam Jakarta adalah:
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksananan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memilih Soekarno sebagai presiden dan Moh.Hatta sebagai wakilnya, PPKI juga menyetujui naskah Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945 kecuali 7kata di belakang sila Ketuhanan. Tujuh kata itu dicoret lalu diganti dengan Yang Maha Esa, karena Negara Indonesia bukanlah Negara Islam, serta panitia Sembilan juga ada yang non muslim yang tentu saja tidak setuju dengan 7 kata tersebut. Pencoretan 7 kata tersebut telah disetujui oleh tokoh-tokoh dari golongan Islam, pencoretan 7 kata tersebut mencerminkan realitas politik yang ada dan memiliki keabsahan. Dengan pencoretan 7 kata itu, moral gotong-royong sebagai dasar sistematik UUD memperoleh kepenuhannya. Negara Indonesia benar-benar menjadi Negara persatuan yang mengatasi paham perseorangan dan golongan.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Perumusan Pancasila dalam Sejarah Bangsa"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel